Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Cara Penyelesaian Perselisihan di Perusahaan Dengan Lembaga Bipartit

 

LEMBAGA BIPARTIT

Hubungan industrial adalah suatu sistem hubungan yang terbentuk antara para pelaku dalam proses produksi barang dan jasa yang terdiri unsur pengusaha, pekerja, dan pemerintah yang didasarkan pada nilai – nilai pancasila dan UUD. Prinsip dasar diperlakukannya hubungan industrial adalah agar para pihak khususnya pekerja dan pengusaha bisa memaksimalkan nilai manfaat dalam bekerja. Untuk menciptakan hubungan industrial yang kondusif tersebut maka diaturlah ketentuan hubungan industrial seperti serikat pekerja, organisasi pengusaha, lembaga kerja sama bipartit, lembaga kerja sama tripartit, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama, peraturan perundang – undangan ketenagakerjaan, dan lembaga penyelesaian perselisihan hubungan industrial. 

A. Pengertian lembaga kerja sama bipartit

Didalam sebuah perusahaan kerap kali timbul persoalan – persoalan mendasar yang bisa mengganggu produktivitas kerja. Penyebabnya antara lain, komunikasi antara pekerja dan pengusaha atau pihak manajeman yang tidak lancar. Misalnya, secara diam – diam pekerja tidak puas atas pengaturan yang menyangkut jam kerja, upah lembur, dan PHK. Ketidak puasan ini tentu akan mengganggu kinerja mereka di perusahaan. Sebaliknya, pihak pengusaha kerap dianggap kurang tanggap terhadap aspirasi arus bawah. Demikian juga dengan pengusaha yang merasa tidak di dukung penuh oleh karyawannya dalam mencapai target. Untuk melancarkan sistem dua arah antara atasan dan bawahan, antara pengusaha dan karyawan maka dibuatlah sebuah forum komunikasi, kemudian dikenal dengan nama lembaga kerja sama bipartit. 

B. Fungsi dan tugas lembaga kerja sama bipartit

Secara umum lembaga kerja sama bipartit dapat di definisikan sebagai badan atau forum komunikasi dan konsultasi, berkaitan dengan masalah hubungan industrial di suatu perusahaan. Anggotanya terdiri dari pengusaha dan serikat pekerja/serikat buruh yang sudah tercatat sebagai instansi yang bertanggungjawab dibidang ketenagakerjaan.

Lembaga kerja sama bipartit ini wajib dibentuk oleh setiap perusahaan yang mempekerjaan 50 pekerja/buruh atau lebih, sesuai dengan pasal 106 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003. Ketentuan mengenai tata cara pembentukan dan susunan lembaga kerja sama bipartit diatur berdasarkan surat keputusan menteri ketenagakerjaan dan transmigrasi.

C. Penyelesaian perselisihan di tingkat perusahaan

Apabila di sebuah perusahaan terjadi perselisihan hubungan industrial antara pekerja dan pengusaha maka langkah awal haruslah diselesaikan di tingkat perusahaan atau bipartit. Perselisihan hubungan industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha dan pekerja karena adanya perselisihan yang menyangkut mengenai hak, perselisihan kepentingan, dan perselisihan pemutusan hubungan kerja, serta perselisihan antara serikat pekerja dalam satu perusahaan. Penyelesaian perselisihan hubungan industrial wajib dilaksanakan secara musyawarah dan mufakat, sebagaimana di atur dalam undang – undang pasal 136 ayat (1) UU No. 13 Tahun 2003. Apabila penyelesaian secara musyawarah untuk mufakat tidak tercapai maka perusaha dan pekerja ataau serikat pekerja dapat menyelesaikan perselisihan hubungan industrial melalui prosedur penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dalam pasal 36 ayat (2) UU No. 13 Tahun 2003. 

Prosedur penyelesaian hubungan industrial di tingkat perusahaan, dilakukan melalui perundingan secara musyawarah untuk mufakat antara serikat pekerja/serikat buruh dengan perusahaan. Setiap perundingan dilakukan sebanyak tiga (3) kali dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan, dan setiap kali perundingan di buat risalah yang akan di sampaikan kepada pihak – pihak yang bersangkutan atau berkepentingan. 

Apabila perundingan mencapai kesepakatan maka dibuat persetujuan bersama secara tertulis dan ditandatangani oleh pihak dan disaksikan oleh pengurus serikat pekerja/serikat buruh serta disampaikan hasilnya pada para pihak yang berkepentingan. Apabila perundingan tidak mencapai kesepakatan maka perselisihan di ajukan ke tingkat perantaraan. Kedua pihak dapat melakukan melalui arbitrase dan melalui departemen tenaga kerja dengan pemerantaraan. Jika di tingkat pemerantaraan tidak berhasil maka diselesaikan di tingkat panitia daerah (P4D) dan tingkat panitia pusat (P4P).